Fakta Tentang Perempuan Yang Senang Berkorban, Sedangkan Laki-Laki Kerap Menentang
Istri adalah orang yang paling terakhir makan sebelum anggota keluarga yang lain kenyang terlebih dahulu. Ia bangun lebih awal sebelum anggota keluarga yang lain terbangun, bahkan sebelum pembantunya terjaga dari tidurnya. Pagi-pagi buta ia sudah mengganti pakaiannya agar bisa bersibuk-sibuk di dapur atau di tempat lain; menyiapkan kebutuhan anak-anaknya sebelum mereka bangun..
Demikianlah yang sering kita lihat, waktu istirahatnya banyak terkuras agar anggota keluarga puas beristirahat, dan pada waktu yang bersamaan ia sangat menikmati dan merasa bahagia dengan kondisinya yang seperti itu. Bahkan itu bagian dari fitrahnya sebagai seorang perempuan..
Namun, tatkala ia melihat bahwa suaminya tidak berupaya merespon pengorbanannya, usahanya, kontribusinya, serta tidak punya perhatian, maka pada saat itu barangkali ia akan menuntut pengorbanan balik yang lebih dari suaminya..
Ingatlah terakhir kali saat istrimu mengadukan keletihannya kepadamu, "Semuanya saya lakukan seorang diri." Apakah engkau juga masih mengingat tatkala ia mengingatkanmu tentang urusan rumah, anak, makanan, dan yang lain. Syukurlah jika engkau dapat mengingatnya dengan baik. Itulah kondisi perempuan..
Berbeda dengan laki-laki. Ia adalah pribadi yang suka membantah, menentang, dan bersaing. Pada saat berkenalan ia ingin menegaskan kepada calon pasangannya bahwa dialah laki-laki yang lebih hebat dari yang lain. Ia seakan ingin menyatakan sanggup menghadirkan kebahagiaan yang didamba-dambakan oleh calon pasangannya. Ia akan merasa tenang dan senang apabila calonnya sudah merasa yakin akan kehebatan dirinya. Namun dibalik itu semua, aktivitas yang dilakukan, ia menghendaki agar istrinya menerjemahkan sebagai bentuk pengorbanannya kepada istri. Suami seringkali menyindir istrinya, "Aku sudah hampir mati karena mencari nafkah buat kalian, semua ini saya lakukan demi kebahagiaan keluarga.."
Seorang pasangan, suami atau istri yang sering menggampang-gampangkan usulan perceraian, sebenarnya ia merasa lebih banyak memberi kontribusi kepada pasangannya namun merasa tidak mendapatkan balasan atau respon apa-apa dari kebaikan yang telah diberikannya..
"Kaum laki-laki tidak bisa memberi tanpa mendapatkan balasan dari apa yang telah diberikannya. Seorang suami apabila memberi sesuatu kepada pasangan hidupnya, sesungguhnya ia selalu menunggu mendapatkan respon atau balasan sebelum ia meneruskan atau menambah pemberiannya.." (Dr. John Gray)
Dr. John Gray menyebutkan bahwa secara tabiat, kaum laki-laki tidak bisa memberi tanpa mendapatkan balasan dari apa yang telah diberikannya. Seorang suami apabila memberi sesuatu kepada pasangan hidupnya, sesungguhnya ia selalu menunggu mendapatkan respon atau balasan sebelum ia meneruskan atau menambah pemberiannya. Namun ketika ia sanggup memberi tiga lalu hanya dibalas satu, maka pada saat itu ia akan menentang, melawan, mengaduh, dan tidak bisa menerima..
Berbeda dengan kaum perempuan secara umum, mereka memiliki kemampuan memberi yang tinggi tanpa mengharap imbalan yang setimpal. Ia bisa memberi dan terus memberi dan merasakan kebahagiaan dan kepuasan di situ. Ia meyakini bahwa suatu saat nanti suaminya akan membalasnya dengan respon yang lebih baik, karena itu ia merasa bahwa tugasnya adalah berusaha memberi yang terbaik secara terus-menerus..
Karena itu, tidak mengherankan jika kita acapkali mendengar seorang ibu yang sabar dan penuh cinta, mengungkapkan sebuah isi hatinya kepada pasangan hidupnya, "Aku memang sudah letih dan lelah. Tapi aku selalu harus memberi tanpa pamrih. Sekarang, bisakah engkau menghormati pengorbananku walaupun hanya sekali saja..?"
"Perempuan hampir serupa dengan laki-laki dalam hal berkorban dalam bidang yang bermacam-macam. Karena kekuatan memberi pada perempuan merupakan salah satu dari tabiat keibuan yang ada pada dirinya.." (Abbas Mahmud Aqqad)
Masalahnya menjadi pelik ketika suami terlalu larut dalam menikmati pemberian istrinya dan ketika sang istri mulai menuntut hak-hak perasaannya, lalu suami menolaknya karena sudah terlanjur terbiasa menerima kebaikan-kebaikan istrinya. Akibatnya, ia enggan memenuhi hak-haknya sebagai seorang suami..
Dari hasil pengamatan penulis selama ini, bahwa orang yang sering mempermainkan ide dan usulan tentang perceraian, sebenarnya dipicu oleh sebuah perasaan bahwa ia telah banyak memberi, namun merasa tidak mendapatkan balasan atau respon apa-apa dari kebaikan yang telah diberikannya kepada pasangan hidupnya..
Baca Juga : Penasehat Yang Tulus Dan Yang Tidak Tulus Menurut Ibnul Qayyim
——○●※●○——
Sumber : Bahasa Cinta Suami Istri (edisi terjemah) halaman 50-53. Penulis : Karim Syadzili. Judul Asli : لغات الحب. Penerjemah : Muhammad Yasir. Penerbit : Pustaka Al-Kautsar, cetakan ke-1 Oktober 2012
Disalin ulang oleh : Esha Ardhie
Minggu, 28 Agustus 2016