Solusi Jika Suami Tak Menyukai Istrinya Atau Istri Tak Menyukai Suaminya

Solusi Jika Suami Tidak Menyukai Istrinya Atau Jika Istri Tidak Menyukai Suaminya

Apabila Suami Tidak Menyukai Istrinya Atau Istri Tidak Menyukai Suaminya

> Istri Mengetahui Bahwa Suaminya Tak Menyukainya, Bagaimana Solusinya..?

Firman Allah subhanahu wa ta'ala:

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ

"Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).." [QS. an-Nisa: 128]

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:

"Kalau seorang istri takut suaminya lari darinya, atau tidak memedulikannya, maka si istri dapat meminta suaminya untuk mengurangi haknya (istri), atau (mengurangi) separuh bagian dari kewajiban suami terhadap nafkahnya, atau pakaiannya, atau menidurinya, atau hal lainnya dari hak-hak istri. Hal tersebut tidak berdosa atas suami yang menerimanya, berkenaan dengan hal tersebut Allah ta'ala berfirman:

فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ

'Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).' [QS. an-Nisa: 128]

Tindakan ini merupakan hal yang lebih baik dari perceraian.."

Lalu Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan cerita yang terjadi pada Saudah binti Zam'ah radhiyallahu 'anha ketika beliau telah berusia lanjut, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berniat untuk menceraikannya. Lalu Saudah mengadakan perdamaian dengan beliau untuk tetap menjadikannya istri, ia tidak meminta hak gilirannya, bahkan gilirannya diberikan kepada 'Aisyah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerima usul tersebut dan ia tetap menjadi istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.. [Lihat Tafsir Ibni Katsir, 2/406]

> Jika Istri Tak Menyukai Suaminya, Bagaimana Solusinya..?

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِه

"Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.." [QS. al-Baqarah: 229]

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:

"Apabila hubungan suami istri pecah, lalu si istri tidak melaksanakan kewajibannya dan membenci suaminya serta tidak sanggup menggaulinya, maka boleh bagi si istri membayar tebusan dirinya dengan memberikan sesuatu kepada suaminya. Tidak berdosa baginya atas pemberian (tebusan)-nya itu, dan tidak berdosa bagi suami untuk menerimanya.." [Tafsir Ibni Katsir, 1/483]

Inilah yang dinamakan dengan khulu' (perceraian dengan permintaan dari istri dengan membayar tebusan. -pen)..

> Apabila Istri Meminta Cerai Tanpa Alasan

Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أيما امرأة سألت زوجها طلا قها من غير ما بأس فحرام عليها رائحة الجنة

"Wanita mana saja yang meminta suaminya menceraikannya tanpa alasan yang jelas (yang dibolehkan), maka diharamkan baginya wangi surga.." [HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban menghasankannya dalam Shahihnya]

Hal itu karena talak (perceraian) adalah hal yang paling dibenci di sisi Allah subhanahu wa ta'ala. Sesungguhnya talak itu dilakukan apabila terdesak (tidak ada jalan lain)..

Adapun tanpa alasan tersebut, talak menjadi makruh karena kesulitan-kesulitan yang tidak dapat disembunyikan akan terjadi..

Adapun hal mendesak yang membolehkan seorang wanita mengajukan permohonan cerai adalah suami tidak dapat melaksanakan hak-hak istri yang menjadi kewajibannya sehingga akan menyulitkannya apabila tetap diam bersama suaminya..

Allah ta'ala berfirman:

فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

"Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.." [QS. al-Baqarah: 229]

> Catatan Penerjemah

Istri yang dicerai itu dapat rujuk kembali dengan syarat diperlakukan dengan baik (ma'ruf), atau dilepas untuk selamanya dengan baik, yaitu memberikan hak-haknya..

Allah ta'ala berfirman:

لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن نِّسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَإِن فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Kepada orang-orang yang meng-ilaa' istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.." [QS. al-Baqarah: 226-227]

Ilaa' adalah bersumpah tidak akan meniduri istrinya, ini berlaku selama 4 bulan. Apabila suami kembali meniduri istrinya pada masa antara 4 bulan, maka suami telah kembali berumah tangga dengan istrinya dan wajib baginya membayar kaffarat sumpah. Dan apabila sudah berlalu 4 bulan namun suami tetap dalam keadaannya, maka si istri dapat menuntut cerai melalui hakim, dan terjadilah perceraian yang tidak dapat dinikahi kembali oleh bekas suaminya..

Baca Juga : Apakah Diwajibkan Untuk Menumbuhkan Rasa Cinta Antara Suami Istri..?

——○●※●○——

Sumber : Tuntunan Praktis Fiqih Wanita (edisi terjemah) halaman 191-196. Judul Asli : تنبيهات على أحكام تختص بالمؤمنات. Penulis : Syaikh Dr. Shalih Fauzan al-Fauzan. Penerjemah : Abu Rasyiq. Penerbit : Pustaka Ibnu 'Umar, cetakan ke-1 Februari 2013

Ditulis ulang oleh : Esha Ardhie
Senin, 29 Februari 2016


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." [HR. Muslim no. 1893]


Blognya Esha Ardhie Updated at: 19.05.00
Please Feel Free to Share