Dalam kajian rutin bersama Al Ustadz Zaid Susanto, Lc -hafidhahullah- Ahad malam lalu (4/1) di masjid Al Hasanah, Terban Yogyakarta dibahas sebuah hadits dalam Riyadhus Shalihin:
عن سهل بن سعد -رضي الله عنه-, قال:
((مَرَّ رجل على النبي -صلى الله عليه وسلم, فقال لرجل عندهُ جالس: ما رأيك في هذا؟
فقال رجل من أشْرافِ النَّاسِ: واللهِ حَرِيّ؛ إن خَطَبَ أن يُنكَحَ، وإن شَفَع أن يُشفَّعَ,
فسكت النبي -صلى الله عليه وسلم-,
ثم مرَّ رجل, فقال النبي الكريم: ما رأيك في هذا؟
فقال: يا رسول الله! هذا رجل من فقراء المسلمين, هذا حَرِيّ؛ إن خطب أنْ لا يُنكح، وإن شَفَعَ أن لا يُشَفَّعَ، وإن قال أن لا يُسْمَعَ لقوله،
فقال النبي -عليه الصلاة والسلام-: هذا خير من ملء الأرض مثل هذا))
[أخرجه البخاري ومسلم
Dari Sahl bin Sa'd -radhiyallaahu anhu- bahwasanya dia berkata:
"Seseorang berjalan di hadapan Nabi -shalallaahu alaihi wa sallam-. Kemudian Nabi -shalallaahu alaihi wa sallam- berkata kepada seseorang yang duduk di samping beliau: 'Apa pendapatmu terhadap orang yang baru saja lewat tadi?' Seseorang itu menjawab: 'Yang baru saja lewat itu termasuk orang terhormat. Apabila orang itu meminang, niscaya pinangannya akan diterima. Apabila orang itu membuat permohonan, niscaya akan dikabulkan.'
Maka Nabi -shalallaahu alaihi wa sallam- terdiam. Kemudian berlalu pula seseorang di hadapan Nabi -shalallaahu alaihi wa sallam-. Nabi -shalallaahu alaihi wa sallam- bertanya lagi: 'Apa pendapatmu tentang orang yang baru saja lewat tadi?' Dijawab oleh orang yang duduk di sebelah Nabi -shalallaahu alaihi wa sallam-: 'Yang baru saja lewat tadi termasuk orang fakirnya kaum muslimin. Apabila ia meminang, niscaya pinangannya akan ditolak. Apabila ia membuat permohonan, niscaya permohonannya tidak akan dikabulkan. Dan apabila ia berbicara tidak ada orang yang akan mendengarkannya.'
Nabi -shalallaahu alaihi wa sallam- berkata: 'Orang yang kedua tadi jauh lebih baik dibandingkan sepenuh bumi orang pertama'." [Riwayat Bukhari dan Muslim]
Di antara faidah yang dapat dipetik dari hadits tersebut adalah :
1. Jangan menilai orang dari penampilan luarnya saja.
2. Orang fakir yang jika taat beribadah jauh lebih mulia di mata Allah dibandingkan orang kaya terhormat yang biasa-biasa saja.
Khusus pada bagian hadits: 'Apabila ia meminang niscaya pinangannya akan diterima', Al Ustadz Zaid Susanto -hafidzhahullah- menambahkan faidah bahwasanya hendaknya kriteria yang dijadikan tolok ukur saat memilih lelaki saat hendak menikah adalah mapan dalam 4 (empat) hal:
1. Mapan Dalam Agamanya
Ini yang paling utama. Karena seorang lelaki akan menjadi pemimpin sekaligus guru bagi istri dan anaknya. Maka carilah lelaki yang mapan agamanya. Lurus akidahnya, benar ibadahnya, mumpuni ilmu agamanya, dan baik akhlaknya.
2. Mapan Akalnya
Maksudnya seorang lelaki harus cerdas dalam menyelesaikan masalah rumah tangganya, bertanggung jawab penuh terhadap keputusan yang diambilnya, dan tidak kekanak-kanakan.
3. Mapan Nafkahnya
Maksudnya ia mampu mencari nafkah untuk memberi makan istri dan anaknya entah mencukupi atau tidak mencukupi mereka yang dengannya ia tetap sabar dan tawakkal terus bekerja keras.
4. Mapan Kemampuan Biologisnya
Maksudnya ia mampu menunaikan kebutuhan biologisnya bersama pasangannya. Maka tidak boleh menikah seseorang yang memiliki kelemahan berupa 'benang basah'.
Hal ini sekaligus mengkritik sebagian keluarga yang hanya peduli dengan kriteria harta dan mata pencaharian lelaki yang datang meminang anak gadisnya, tanpa memprioritaskan kondisi keagamaannya. Padahal seseorang dipandang mulia di sisi Allah semata karena kebaikan agamanya yang mapan, meskipun ia orang yang fakir..
——○●※●○——
Wallahu a'lam..
Ditulis oleh @mnmfadly
Dikutip dari Fanpage "Faidah Taklim"