Fatwa MUI, Hukum Sertifikasi Halal Berdasarkan Keputusan Ijtima' Ulama Indonesia

Hukum Sertifikasi Halal MUI


KONSUMSI MAKANAN HALAL

A. DESKRIPSI MASALAH

Setiap muslim diwajibkan untuk mengonsumsi makanan halal. Namun, dewasa ini marak industri makanan dan wisata kuliner, yang terkadang tidak jelas bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan, serta pengolahannya.

Mengonsumsi produk-produk haram, baik berupa pangan (makanan dan minuman), obat, dan kosmetika, adalah sesuatu yang harus dihindari oleh setiap muslim. Hal itu karena mengkonsumsi produk-produk haram tidak hanya akan membahayakan secara fisik bagi yang bersangkutan, tetapi juga membawa konsekuensi ukhrawi.

Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala menghalalkan hal-hal yang baik kepada kita, tidak ada maksud di balik penghalalan itu kecuali untuk kemaslahatan kita. Dan ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan hal-hal yang khabits (buruk) kepada kita, tidak ada maksud di balik pengharaman itu kecuali untuk kemaslahatan kita.

Apabila Al-Qur'an dan Hadits telah menjelaskan sedemikian rupa tentang hukum mengonsumsi makanan dan minuman, bagaimana tentang produk yang belum jelas kehalalannya, apakah boleh dikonsumsi..?

Setiap konsumen punya hak untuk memperoleh jaminan bahwa produk-produk yang dikonsumsinya adalah halal. Sementara tidak semua konsumen, seiring dengan rumitnya masalah teknologi pangan yang terus berkembang, dapat mengetahui kehalalan produk makanan.

Di pihak yang lain, MUI, melalui LP-POM dan Komisi Fatwa telah berikhtiyar untuk memberikan jaminan makanan halal bagi konsumen muslim melalui instrumen sertifikat halal. Namun, karena sifatnya suka rela, tidak semua produsen makanan, minuman, dan obat-obatan mau melakukan sertifikasi.

B. KETENTUAN HUKUM

1. Status jaminan perlindungan halal adalah hak bagi konsumen muslim, karena setiap konsumen muslim hanya boleh mengkonsumsi produk halal.

2. Produk pangan, obat, dan kosmetika yang belum jelas kehalalannya, wajib dihindari sampai ada kejelasan kehalalannya. Karena setiap produk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang dalam produksinya melalui proses teknologi hukum asalnya adalah SYUBHAT.

3. Untuk memberikan jaminan atas kehalalan produk yang dihasilkan untuk dikonsumsi masyarakat muslim, produsen agar segera mensertifikasi halal produknya.

4. a) Penetapan status kehalalan produk harus dilaksanakan oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk itu, yang dalam hal ini adalah Majelis Ulama Indonesia.

   b) Produsen yang telah memperoleh sertifikat Halal, wajib menjaga status kehalalan produknya melalui penerapan Sistem Jaminan Halal sebagaimana yang telah ditetapkan oleh LP-POM MUI.

5. Pemerintah wajib melakukan pengawasan terhadap kehalalan produk.

C. REKOMENDASI

1. Pemerintah dan DPR-RI diminta untuk segera menuntaskan pembahasan RUU tentang jaminan halal, antara lain berisi:
  • Memberikan kapastian hukum tentang jaminan halal bagi konsumen;
  • Kewajiban produsen untuk memberikan jaminan halal yang menjadi hak konsumen;
  • Sanksi bagi produsen yang melanggar ketentuan;
  • Aturan pengawasan tentang kehalalan produk;
  • Penetapan kehalalan produk oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk itu (MUI), yang merupakan bagian dari fatwa.
  • Kewenangan masyarakat untuk ikut serta melakukan pengawasan terhadap kehalalan produk.
2. Masyarakat muslim dihimbau untuk menghindari produk yang belum jelas kehalalannya.

3. Untuk mempermudah proses sertifikasi halal bagi usaha kecil di bidang rumah makan, hendaknya diserahkan kepada MUI Provinsi dengan bantuan MUI Kabupaten/Kota.

4. Pemerintah diminta untuk melakukan pengawasan atas kehalalan produk.

5. Seluruh lembaga pelayanan publik, baik Pemerintah atau swasta seperti perusahaan, hotel, jasa transportasi (pesawat terbang, kapal laut, kereta api, bus), rumah sakit, dan usaha lainnya dihimbau untuk memprioritaskan layanan katering yang bersertifikat Halal.

6. Lembaga perbankan dan keuangan syari'ah diminta dalam melakukan pembiayaan kepada perusahaan pangan, obat-obatan, dan kosmetika hanya pada yang telah bersertifikat Halal.

7. Dewan Syariah Nasional dalam melakukan proses sertifikasi terhadap lembaga bisnis diharapkan untuk memperhatikan kehalalan produk bisnisnya yang terkait dengan pangan, obat-obatan, dan kosmetika.

D. DASAR PENETAPAN

1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

"Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." [QS. Al-Mu'minun: 51]

2. Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi." [QS. Al-Baqarah: 168]

3. Hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam:

عن النعمان بن بشير قال سمعته يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول وأهوى النعمان بإصبعيه إلى اليسرى : إن الحلال بين وإن الحرام بين وبينهما مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس فمن اتقى الشبهات استبرأ لدينه وعرضه ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه ألا وإن لكل ملك حمى ألا وإن حمى الله محارمه

Dari Nu'man bin Basyir ia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Di antara keduanya ada yang yang mutasyabbih yang tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa takut atas hal-hal yang syubuhat tersebut niscaya akan terbebas atas agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam hal yang syubhat ia akan jatuh ke dalah hal yang haram sebagaimana gembala yang menggembala di sekitar pantangan, dikhawatirkan akan terperosok ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap penguasa memiliki pantangan dan ketahuilah pantangan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah larangan-larangan-Nya." [HR. Muslim]

4. Hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أيها الناس إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا ، وإن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين ، فقال : " يا أيها الرسل كلوا من الطيبات وأعملوا صالحاً إني بما تعملون عليم " ، وقال : " يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم "  ، ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يديه إلى السماء ، يا رب ، يا رب ، ومطعمه حرام ، ومشربه حرام ، وملبسه حرام ، وغذي بالحرام فأنى يستجاب لذلك..؟

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, Dia tidak menerima kecuali hal yang baik-baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana ia memerintahkan kepada para Rasul. Allah berfirman: 'Wahai para rasul, makanlah dari sesuatu yang baik-baik, lakukanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui terhadap apa yang kalian lakukan.' (QS. Al-Mu'minun: 51). Dan firman-Nya: 'Wahai orang-orang yang beriman, makanlah hal yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepadamu.' (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah menyebutkan seseorang yang jauh perjalanannya dan rambutnya yang acak-acakan berdoa dengan menengadahkan tangannya ke langit (sambil berkata): 'Wahai Tuhan, Wahai Tuhan'. Sedangkan makanan, minuman dan pakaiannya adalah sesuatu yang haram. Maka bagimana mungkin doanya terkabulkan..?" [HR. Muslim]

5. Hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam:

عن عقبة بن عامر قال سمعت النبي صلى الله عليه وآله وسلم يقول المسلم أخو المسلم لا يحل لمسلم باع من أخيه بيعا وفيه عيب إلا بينه له

Dari Uqbah ibn 'Amir, ia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda: "Orang Islam itu bersaudara. Orang Islam tidak boleh menjual barang yang ada aibnya kecuali setelah menjelaskannya kepada pembeli." [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

6. Kaidah Ushul Fikih:

ﺍﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﺸﻴﺊ ﺃﻣﺮ ﺑﻮﺳﺎﺋﻠﻪ

"Perintah terhadap sesuatu merupakan perintah terhadap sarananya."

7. Keputusan Menteri Kesehatan dan Menteri Agama RI. NOMOR 427/MEN KES/VIII/1985 NOMOR: 68 TAHUN 1985 tentang pencantuman tulisan "Halal" pada label makanan, pada pasal 2: "Produsen yang mencantumkan tulisan 'Halal' pada label/penandaan makanan produknya bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut bagi pemeluk Agama Islam."

***

Ditetapkan di : Padangpanjang
Pada tanggal : 26 Januari 2009 M - 29 Muharram 1430 H

Pimpinan Komisi B-2
Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia III

Prof. Dr. KH. Ali Musthafa Ya'qub
(Ketua)

Dr. HM. Asrorun Ni'am Sholeh, MA

——○●※●○——

Sumber : E-Book "Keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia III Tahun 2009"

PDF dapat diunduh pada Halaman Download

Esha Ardhie
Rabu, 25 Mei 2016


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." [HR. Muslim no. 1893]


Blognya Esha Ardhie Updated at: 10.46.00
Please Feel Free to Share