HAIDH DAN NIFAS
Diharamkan bagi wanita untuk berpuasa selama ia berada dalam keadaan haidh atau nifas, dan wajib baginya mengqadha puasa pada hari-hari lainnya, berdasarkan hadits yang tercantum dalam ash-Shahiihain dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:
كنا نؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة
"Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat."
Ketika 'Aisyah radhiyallahu 'anha ditanya oleh seorang wanita tentang hal tersebut: "Mengapa orang yang haidh harus membayar qadha puasa sedangkan dia tidak harus membayar qadha shalat?" Maka 'Aisyah radhiyallahu 'anha menjelaskan bahwa perkara-perkara ini merupakan perkara 'tauqifiyah, yang mana hukum ini mengikuti nash (dalil) yang berlaku.
HIKMAH PERINTAH TERSEBUT
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Majmuu' al-Fataawaa (15/251):
"Adapun yang keluar pada waktu haidh adalah darah haidh, dan orang yang sudah biasa haidh dimungkinkan berpuasa pada waktu tidak keluar darah haidh, maka puasanya pada waktu itu merupakan puasa yang prima karena tidak mengeluarkan darah yang dapat memperkuat keadaan tubuhnya, karena ia adalah salah satu unsur tubuhnya.
Adapun apabila puasanya dilakukan pada waktu keluar darah, yaitu waktu haidh, darah yang keluar adalah bagian dari unsur tubuhnya yang akan menyebabkan tubuhnya kurang prima dan lemah, dan puasanya akan terlaksana dengan kondisi fisik yang tidak stabil, maka wanita itu diperintahkan berpuasa bukan pada waktu haidh."
——○●※●○——
Sumber : Tuntunan Praktis Fiqih Wanita (edisi indonesia) halaman 125-126. Judul Asli : تنبيهات على أحكام تختص بالمؤمنات. Penulis : Syaikh Dr. Shalih Fauzan al-Fauzan. Penerjemah : Abu Rasyiq. Penerbit : Pustaka Ibnu 'Umar, cetakan ke-1 Februari 2013.
Esha Ardhie
Minggu, 10 April 2016