Pandangan Syaikh Al-Albani Terhadap Sayyid Qutb (Ideolog Ikhwanul Muslimin)

Pandangan Syaikh Al-Albani Terhadap Sayyid Qutb (Ideolog Ikhwanul Muslimin)

Pandangan Syaikh Al-Albani Terhadap Sayyid Qutb (Ideolog Ikhwanul Muslimin)

>> Syaikh al-Albani ditanya mengenai ungkapan Sayyid Qutb dalam kitabnya "Fi Zhilal al-Qur'an" yang menyatakan bahwa al-Qur'an adalah fenomena alamiah seperti halnya fenomena langit dan bumi..

Syaikh al-Albani mengatakan :

"Saudaraku, kami telah berulangkali menyatakan bahwa Sayyid Qutb rahimahullah bukanlah seorang yang 'Alim. Beliau adalah sastrawan dan penulis, ia tidak mahir menjelaskan perkara yang berkaitan dengan Aqidah Islamiyah, khususnya yang berkaitan dengan Aqidah Salafiyah. Oleh karenanya janganlah kita menghabiskan waktu membahas perkataannya, karena beliau bukanlah ahli ilmu. Ahli ilmu dalam artian menguasai al-Qur'an dan as-Sunnah di atas Manhaj Salaf ash-Shalih. Perkataan-perkataan beliau banyak mengandung ungkapan sastra yang bukan ungkapan ilmiah, apalagi ungkapan salaf. Kami tidak ragu mengingkari ungkapan dan perumpamaan-perumpamaannya. Paling tidak, kita katakan bahwa beliau tidak mengatakan Kalamullah adalah sesuatu yang Hakiki sebagaimana aqidah yang dipahami Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Akan tetapi beliau juga tidak mengatakan bahwa Kalamullah bersifat Majazi (perumpamaan) sebagaimana aqidahnya Mu'tazilah. Janganlah kita terlalu sibuk membahas ungkapan-ungkapan seperti itu, kita hanya menjelaskan bahwa menggunakan ungkapan-ungkapan seperti itu tidak dibolehkan dalam pembahasan syariat. Namun ungkapan seperti itu tidak menjelaskan tentang aqidah penulis terkait keyakinannya terhadap Kalamullah, apakah Kalamullah itu Hakiki atau tidak.."

>> Ditanyakan lagi mengenai ungkapan Sayyid Qutb yang menyatakan bahwa al-Qur'an diibaratkan seperti gelombang musik..

Syaikh al-Albani mengomentari :

Apa yang antum pahami tentang kata "Gelombang" tadi..? Apakah ungkapan itu berasal dari Allah..? atau Jibril..? ataukah Rasulullah..?

Engkau (tentu saja) tidak memahaminya. Oleh karenanya aku katakan tadi bahwa ini gaya bahasa sastra, tidak berhubungan dengan pemahaman penulis atau yang ia maksudkan. Seperti sastrawan pada umumnya, ketika menulis maka mereka menggunakan ungkapan sastra yang bukan makna sebenarnya.."

>> Dalam rangkaian tanya jawab tersebut, Syaikh al-Albani mengatakan kepada penanya :

"Apa yang antum inginkan dari pendapatku..? Jika engkau mengharapkan aku mengkafirkannya maka aku bukanlah orang yang mengkafirkannya, begitu juga antum..

Lalu apa yang engkau inginkan..? Cukuplah seorang muslim memperlakukan setiap orang dengan adil dan benar, sebagaimana Allah ta'ala berfirman : 'Dan janganlah kamu kurangi pada manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan..' (QS. al-A'raf, 85)

Beliau adalah seorang penulis, yang semangat berislam berdasarkan apa yang ia pahami. Namun seperti yang telah kusebutkan, beliau bukanlah seorang yang 'Alim. Al-'Adalah al-ijtima'iyah adalah kitab yang ia tulis pada fase-fase awal. Pada saat menulisnya ia adalah seorang sastrawan, bukan ulama..

Kenyataannya ia banyak berkembang sewaktu di penjara. Di penjara ia menulis beberapa kitab yang seolah-olah penulisnya adalah seorang Salafy, (seperti) bukan ia yang menulisnya. Saya yakin penjara bisa mematangkan sebagian jiwa dan membangkitkan sebagian jiwa yang terdalam. Ia menulis kitab yang dari judulnya pun sudah nampak, "La Ilaha Illallah, Minhajul Hayah". Jika ia tidak membedakan antara Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Rububiyah, bukan berarti ia tidak mengerti hakikatnya, lalu dijadikan dalam satu-kesatuan. Akan tetapi, ia bukanlah seorang yang Faqih dan 'Alim. Ia tidak mampu menjelaskan dengan tepat makna syariat yang terkandung dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, karena ia bukanlah ulama.."

>> Penanya berkata : " Ya Syaikh, menurut anda dengan semua pengaruh dan tulisannya, apakah tidak sebaiknya kita memperingatkan orang darinya..?"

Syaikh menjawab :

"Betul, tapi peringatan dengan sikap tenang dan tidak terlampau antusias. Memperingatkan adalah wajib. Memperingatkan tentang kekeliruan tidak terpatok pada orang-orang tertentu saja..

Setiap orang yang melakukan kesalahan, ketika ia menyampaikan Islam dengan sesuatu yang bid'ah, yang tidak ada asal-usulnya dari al-Qur'an dan as-Sunnah, tidak juga dari Salaf dan Imam yang 4 (empat), maka harus diperingatkan..

Namun bukan berarti kita memusuhinya dan melupakan kebaikan-kebaikannya. Cukuplah bahwa beliau seorang Muslim, seorang penulis Islam sebatas yang dipahaminya sebagaimana perkataanku tadi. Sesungguhnya ia terbunuh karena mendakwahkan Islam, dan yang membunuhnya adalah musuh-musuh Islam..

Penyimpangan yang dilakukannya, sedikit atau pun banyak dalam Islam.......... Namun tidak dipungkiri bahwa beliau adalah seorang Muslim, punya kecemburuan terhadap Islam, dan berjasa pada Pemuda Muslim..

Sesungguhnya ia menginginkan tegaknya Islam dan pemerintahan Islam, namun faktanya seperti sebuah ungkapan: 'Maksudnya ia menginginkan kebaikan, namun caranya tidaklah tepat'."

Selengkapnya silahkan menyimak video berikut,


Baca Juga : Syaikh Al-Albani Ditanya, "Apakah Asy'ariyah Termasuk Ahlus Sunnah?"

——○●※●○——

Simak juga fatwa Syaikh Masyhur Hasan Salman terkait Sayyid Qutb >> http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2011/10/antara-kedzaliman-dan-pelurusan-sayyid.html

Esha Ardhie
Kamis, 28 Juli 2016


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." [HR. Muslim no. 1893]


Blognya Esha Ardhie Updated at: 15.01.00
Please Feel Free to Share