Hadits Palsu : Menikah Di Usia Muda Membuat Setan Menangis

Blognya Esha Ardhie (192)

STATUS HADITS


Dalam sebuah artikel dengan judul "Subhanalloh..!! Menikah Di Usia Muda, Ternyata.... Membuat Setan Menangis" atau dengan judul lain yang semisalnya menyebutkan :


Jabir bin abdullah ra mengutarakan, Nabi Muhammad SAW bersabda, Barang siapa diantara remaja menikah dalam usia muda, maka menangislah setan. Dan dia mengeluh, "Aduh celaka aku, agamanya telah terpelihara dari godaanku." (HR. Ibnu Addi)


Dalam artikel yang berjudul, "Yuk Membunuh Setan, Dengan Cara Menikah Muda" juga disebutkan :


Nabi Muhammad S.A.W dalam hadisnya bersabda, "Barang siapa diantara remaja menikah pada usia muda, maka menangislah setan dan ia juga mengeluh karena manusia telah membunuhnya, "Aduh celaka aku, agamanya telah selamat dari godaanku," (HR. Ibnu Addi)


>> Komentar :


Lafazh haditsnya adalah sebagai berikut,


أيما شاب تزوج في حداثة سنه، عج شيطانه: يا ويله يا ويله عصم مني دينه


"Pemuda mana saja yang menikah pada usia muda maka setannya akan menjerit: 'Aduh, celakanya diriku. Aduh, celakanya diriku. Dia telah menjaga agamanya dariku'."


Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Al-Musnad, Ibnu Hibban dalam Adh-Dhu'afa, Thabarani dalam Al-Ausath, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, Ibnu 'Adi dalam Al-Kamil dan lainnya; dari sabahat Jabir radhiyallahu 'anhu.


Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Adh-Dha'ifah no. 659 [Link] mengatakan bahwa hadits ini "MAUDHU" (palsu), karena dalam sanadnya terdapat perawi bernama Shalih bin Abi Shalih dan Khalid bin Isma'il Al-Makhzumi.


Shalih bin Abi Shalih, Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa dia dha'if. Al-Haitsami mengatakan bahwa Khalid bin Isma'il matruk (ditinggalkan riwayatnya). Ibnu 'Adi mengatakan bahwa Khalid bin Isma'il memalsukan hadits. Ibnu Hibban mengatakan bahwa Khalid bin Isma'il tidak dapat dijadikan hujjah dalam keadaan apapun, dan tidak boleh meriwayatkan darinya.


Kesimpulannya bahwa hadits ini tidaklah shahih. Allahu a'lam..


KEUTAMAAN MENIKAH DI USIA MUDA


Ketika membahas hadits di atas, dalam Fatwa Islamweb [Link] disebutkan :


إذن فهو حديث لا يصح بذلك اللفظ، ولكن في رواية عند الطبراني حسنها الألباني بلفظ: من تزوج فقد استكمل نصف الإيمان، فليتق الله في النصف الباقي


"Dengan demikian, hadits tersebut tidaklah shahih dengan lafazh yang seperti itu, tetapi dalam riwayat Ath-Thabrani yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani terdapat hadits dengan lafazh : 'Siapa yang menikah, sungguh dia telah menyempurnakan setengah iman. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh yang tersisa'." [Fatwa no. 71789]


Dalam lafazh yang lain juga disebutkan :


Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إذا تزوج العبد فقد استكمل نصف الدين فليتق الله في النصف الباقي


"Ketika seorang hamba menikah, sungguh dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh yang tersisa."

Imam Al-Ghazali rahimahullah mengatakan :


وقال صلى الله عليه وسلم من تزوج فقد أحرز شطر دينه فليتق الله في الشطر الثاني وهذا أيضاً إشارة إلى أن فضيلته لأجل التحرز من المخالفة تحصناً من الفساد فكأن المفسد لدين المرء في الأغلب فرجه وبطنه وقد كفى بالتزويج أحدهما


"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan: 'Siapa yang menikah, berarti telah melindungi setengah agamanya. Karena itu bertakwalah kepada Allah untuk setengah agamanya yang kedua'. Ini merupakan isyarat tentang keutamaan menikah, yaitu dalam rangka melindungi diri dari penyimpangan, agar terhindar dari kerusakan. Karena yang merusak agama manusia umumnya adalah kemaluannya dan perutnya. Dengan menikah, maka salah satunya telah terpenuhi." [Ihya Ulumiddin, 2/22]


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


يا معشر الشباب ، من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر ، وأحصن للفرج


"Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah memperoleh kemampuan (menghidupi rumah tangga), menikahlah. Karena sesungguhnya, perhikahan itu lebih mampu menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan." [HR. Bukhari dan Muslim]

MENGINGAT KEMBALI

ﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤَّﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤَّﺎﺭ : ﻗﺎﻝ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ : ﻻ ﺗﻨﻈﺮﻭﺍ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ، ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻧﻈﺮﻭﺍ ﺇﻟﻰ ﺍﻹﺳﻨﺎﺩ ، ﻓﺈﻥْ ﺻﺢَّ ﺍﻹﺳﻨﺎﺩ، ﻭﺇﻻَّ ﻓﻼ ﺗﻐﺘﺮﻭﺍ ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ ﺇﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﺼﺢَّ ﺍﻹﺳﻨﺎﺩ


Muhammad bin Abdullah bin Ammar berkata, Yahya bin Sa'id mengatakan: "Janganlah melihat hadits, tetapi lihatlah sanadnya, jika sanadnya shahih (maka ambillah), jika tidak shahih maka janganlah terpedaya dengan hadits; apabila tidak shahih sanadnya." [Siyar A'lam an-Nubala', 9/188]


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


إياكم وكثرة الحديث عني ، من قال علي فلا يقولن إلا حقا أو صدقا ، فمن قال علي ما لم أقل فليتبوأ مقعده من النار

"Hendaklah kalian berhati-hati memperbanyak meriwayatkan dariku. Siapa yang berkata atas namaku, janganlah sekali-kali berkata kecuali yang haq atau jujur. Siapa yang berkata atas namaku dengan apa yang tidak pernah aku katakan, hendaknya ia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka." [HR. Ibnu Majah no. 35, Ahmad no. 22538]

إن كذبا علي ليس ككذب على أحد فمن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

"Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas nama orang lain. Karena barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka." [HR. Bukhari dan Muslim]

كفى بالمرء كذبا أن يحدث بكل ما سمع

"Cukuplah seseorang (dinilai) berdusta jika dia menceritakan semua yang didengarnya." [Shahih Muslim, 1/10]

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah mengatakan :

وإن لم يجد أحدا صححه ولا حسنه فما له أن يقدم على الاحتجاج به فيكون كحاطب ليل فلعله يحتج بالباطل وهو لا يشعر

"Bila ia tidak menjumpai seorang ulama menilai hadits itu shahih atau hasan, maka ia tidak boleh berhujjah dengannya. Orang semacam ini ibarat orang yang mencari kayu bakar di malam yang gelap gulita. Boleh jadi ia berhujjah dengan suatu riwayat yang bathil, tetapi ia tidak merasa." [An-Nukat 'ala Kitab Ibn Shalah, 1/449]

Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan :

وأعلم أن التعرف على الحديث الضعيف أمر واجب، وحتم لازم على كل مسلم يتعرض لتحديث الناس وتعليمهم ووعظهم، وقد أخل به – مع الأسف – جماهير المؤلفين والوعاظ والخطباء، وبخاصة منهم الأدباء فى الإذاعات والمحاضرات، فإنهم كثيراً ما يُغربون، ويروون من الأحاديث عنه ما لا أصل له، غير مبالين بنهيه صلي الله عليه وسلم عن التحديث عنه إلا بما صحّ

"Dan ketahuilan bahwa mengenal hadits dha’if adalah kewajiban dan juga menjadi suatu keniscayaan bagi setiap muslim yang kerap menyampaikan pengajian dan nasihat kepada orang lain. Sering kali para pengarang, mubaligh dan khatib meremehkan hal ini, khususnya para ahli sastra di forum-forum seminar dan kajian-kajian lain misalnya. Kebanyakan mereka meremehkan hal ini. Mereka menggunakan hadits-hadits yang tidak memiliki asal-usul, tanpa mengindahkan larangan nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam meriwayatkan hadits dari beliau kecuali yang shahih." [Dha'if Adabul Mufrad, hal. 6]

——○●※●○——

Esha Ardhie
Sabtu, 11 Juni 2016


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." [HR. Muslim no. 1893]


Blognya Esha Ardhie Updated at: 02.06.00
Please Feel Free to Share