Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Siapa saja yang mempelajari biografi Syaikhul Islam, dia akan mengetahui secara meyakinkan mengapa dia tidak menikah, dan meninggalkan Sunnah yang agung ini, padahal dia adalah orang yang paling bersemangat dalam mengikuti Sunnah. Jawabannya, bahwa dia tidak memiliki peluang untuk menikah dalam kehidupannya yang mencapai 60 tahun. Dia mengalami dari satu peperangan ke peperangan lainnya, dari satu penjara ke penjara lainnya, dan dari satu perdebatan ke perdebatan lainnya. Inilah surat yang dikirimkan oleh Syaikhul Islam kepada ibunya untuk meminta maaf kepadanya karena telah melalaikannya dan tidak bisa pergi kepadanya. Dalam surat itu, dia mengatakan:
"Mereka mengetahui bahwa keberadaan kami di negeri-negeri ini hanyalah karena urusan darurat, yang bila kami abaikan, maka rusaklah urusan akhirat dan dunia kami. Demi Allah, kami sadar jauh dari kalian. Seandainya ada burung-burung yang bisa membawa kami, niscaya kami datang kepada kalian. Tetapi orang yang berada di tempat jauh itu memiliki udzur. Seandainya kalian melihat bagian dalam urusan, niscaya kalian –segala puji bagi Allah– tidak memilih saat itu kecuali hal itu, dan kami tidak pernah berniat untuk bermukim satu bulan pun. Bahkan, setiap hari kami beristikharah kepada Allah untuk kami dan kalian. Doakanlah kami dengan kebaikan. Kami juga memohon kepada Allah agar memilihkan untuk kami, kalian dan kaum Muslimin, sesuatu yang berisikan kebaikan, dalam kebaikan, dan afiyat.." [1]
Al-Bazzar mengatakan, "Jika tidak, maka siapakah yang kita lihat dari kalangan ulama yang merasa puas terhadap dunia sebagaimana orang ini puas terhadapnya, atau ridha sebagaimana keadaannya yang dijalaninya. Tidak pernah terdengar bahwa dia menginginkan istri cantik, budak wanita bermata lebar, rumah yang bagus, budak dan pendamping, kebun dan properti, atau menginginkan dinar dan dirham. Dia juga tidak menginginkan kendaraan dan kenikmatan, pakaian yang lembut lagi mewah, atau keluarga. Dia juga tidak berebut untuk mendapatkan kekuasaan, dan tidak pula pernah terlihat berusaha mendapatkan perkara-perkara yang mubah.." [2]
Syaikhul Islam meninggalkan mutiara-mutiara mewah dan kekayaan ilmiah yang mencengangkan berupa kitab-kitab, fatwa-fatwa, dan ketetapan-ketetapan. Di antara rahmat Allah kepada umat ini, ialah Allah memelihara kita –segala puji dan karunia untuk-Nya atas segala nikmat– dengan sesuatu dari peninggalannya. Dari karya-karya Syaikhul Islam telah terbit lebih dari 70 jilid. Betapa banyak warisan ilmiah yang masih tertahan di tempat-tempat penyimpanan manuskrip, belum dicetak, dan belum bisa dimanfaatkan kaum Muslimin sepanjang masa. Betapa banyak warisan ilmiah yang hilang dan lenyap, lalu kita tidak mendengar beritanya lagi..
Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam dan menjadikan ilmunya bermanfaat bagi kita. Dia meninggalkan dunia dalam keadaan bersabar lagi mencari pahala, memfokuskan diri pada Kitab Allah di penjara Damaskus. Karena itu, betapa perlunya penuntut ilmu dan manusia pada umumnya untuk mempelajari biografi para tokoh tersebut! Semoga semangat salah satu penuntut ilmu terperbaharui, lalu dia bangkit untuk meraih derajat yang tinggi ini. Semoga shalawat dan salam terlimpah atas Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya..
Baca Juga : Kisah Haru Para Salaf Dalam Menuntut Ilmu
***
Catatan :
[1] Al-Uqud ad-Durriyyah min Manaqib Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah, Muhammad bin Ahmad bin Abdul Hadi bin Qudamah al-Maqdisi, halaman 170.
[2] Al-A'lam al-Aliyyah fi Manaqib Ibni Taimiyah, Umar bin Ali al-Bazzar, halaman 46.
——○●※●○——
Sumber : Biografi 60 Ulama Ahlus Sunnah (edisi terjemah) halaman 873-874. Judul Asli : من أعلام السلف. Penulis : Syaikh Ahmad Farid. Penerjemah : Ahmad Syaikhu. Penerbit : Darul Haq, Cetakan ke-2 Tahun 2013
Ditulis ulang oleh : Esha Ardhie
Rabu, 09 Desember 2015