Meskipun Terbuat Dari Emas, Sangkar Tetaplah Sangkar


Sebuah pepatah mengatakan, "Meskipun terbuat dari emas, sangkar tetaplah sangkar.."

Emas itu sifatnya baik dan menyenangkan pemiliknya sedangkan sangkar itu sifatnya mengurung dan membatasi. Ungkapan di atas merupakan sebuah pepatah atau peribahasa yang artinya, "Betapa pun menyenangkannya suasana di dalam kekuasaan orang lain, tetap saja lebih enak hidup dalam kebebasan.."

Pepatah tersebut tentu dipandang maknanya dalam hal yang bersifat keduniawian, yaitu tentang kekuasaan dan kebebasan secara lahir. Tetapi kita dapat mengarahkan maknanya kepada hal sebaiknya, yaitu untuk berpaling dari dunia. Bukankah keampuhan senjata itu adalah sebagaimana penggunanya..? Dan faedah sebuah ungkapan pun adalah sebagaimana (menurut) orang yang memaknainya..

Berpaling dari dunia yang sedang kita bicarakan di sini adalah tentang zuhud. Secara bahasa, zuhud artinya adalah berpaling, meninggalkan sesuatu yang hina. Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk bersikap zuhud, beliau bersabda,

ﻋَﻦْ ﺳَﻬْﻞِ ﺑْﻦِ ﺳَﻌْﺪٍ ﺍﻟﺴَّﺎﻋِﺪِﻯِّ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺗَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﺭَﺟُﻞٌ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺩُﻟَّﻨِﻰ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻤَﻞٍ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻧَﺎ ﻋَﻤِﻠْﺘُﻪُ ﺃَﺣَﺒَّﻨِﻰَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺃَﺣَﺒَّﻨِﻰَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- « ﺍﺯْﻫَﺪْ ﻓِﻰ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻳُﺤِﺒَّﻚَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺍﺯْﻫَﺪْ ﻓِﻴﻤَﺎ ﻓِﻰ ﺃَﻳْﺪِﻯ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻳُﺤِﺒُّﻮﻙَ » .

Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” [HR. Ibnu Majah]

Zuhudlah pada dunia, maka berpalinglah dari dunia kepada akhirat. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, maka berpalinglah dari apa yang ada pada manusia kepada apa yang ada pada Pencipta manusia..

Dan makna secara lahir dari pepatah tersebut kita palingkan juga maknanya dengan makna secara batin, karena zuhud adalah amalan hati dan bukan amalan anggota badan..

Abu Sulaiman mengatakan,

ﻟَﺎ ﺗَﺸْﻬَﺪْ ﻟِﺄَﺣَﺪٍ ﺑِﺎﻟﺰُّﻫْﺪِ، ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺰُّﻫْﺪَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ

“Janganlah engkau mempersaksikan bahwa seorang itu telah berlaku zuhud (secara lahiriah), karena zuhud itu letaknya di hati.” [Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 347]

Jika ditinjau, makna dari pepatah di atas sebenarnya sesuai dengan makna-makna zuhud. Zuhud bukan berarti menghinakan dunia secara mutlak, zuhud pun bukan pula berarti hidup harus tanpa harta. Dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Imam Ibnu Rajab rahimahullah mendefinisikan zuhud dunia dengan 3 makna..

MAKNA PERTAMA

Makna zuhud yang pertama adalah seorang hamba lebih meyakini rizki yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangannya..

Allah berfirman,

ﻭَﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺩَﺍﺑَّﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻷﺭْﺽِ ﺇِﻻ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺭِﺯْﻗُﻬَﺎ

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya." [QS. Hud: 6]

Dalam pepatah yang telah disebutkan, bisa diungkapkan dengan kalimat lain bahwa meskipun kita berada dalam sangkar yang mewah sekali pun, pada hakekatnya kita tetap berada di dalam sangkar, terbatasi, dan terkuasai oleh sesuatu..

Dunia ini adalah sangkar yang mengurung manusia. Tetapi ada orang-orang yang fokus terhadap kemewahan dunia, dengan kemilaunya sangkar yang terbuat dari emas sehingga mereka lupa bahwa pada hakekatnya mereka itu berada dalam dunia yang fana, sangkar yang mewah itu akan berganti dengan surga atau neraka. Sedangkan orang-orang yang zuhud, maka mereka menyadari makna dari sangkar yang sebenarnya. Dunia ini adalah sangkar (penjara), dan manusia adalah burung dalam sangkar..

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻰ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - « ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺳِﺠْﻦُ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦِ ﻭَﺟَﻨَّﺔُ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮِ »

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” [HR. Muslim no. 2392]

Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, “Orang mukmin terpenjara di dunia karena mesti menahan diri dari berbagai syahwat yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang mukmin juga diperintah untuk melakukan ketaatan. Ketika ia mati, barulah ia rehat dari hal itu. Kemudian ia akan memperoleh apa yang telah Allah janjikan dengan kenikmatan dunia yang kekal, mendapati peristirahatan yang jauh dari sifat kurang. Adapun orang kafir, dunia yang ia peroleh sedikit atau pun banyak, ketika ia meninggal dunia, ia akan mendapatkan azab (siksa) yang kekal abadi.” [Syarh Shahih Muslim]

Orang-orang yang zuhud tidak risau dengan sedikitnya harta dan tidak pula bangga dengan banyaknya harta. Poin dalam makna ini adalah keyakinan bahwa rizki adalah sesuatu yang telah Allah jamin terhadap hamba-hamba-Nya, yakin bahwa rizki itu berada di tangan Allah, bukan semata-mata karena kehendak dan usaha dari tangan manusia..

Ibnu ‘Abbas mengatakan,

ﻣَﻦْ ﺳَﺮَّﻩُ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺃَﻏْﻨَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ، ﻓَﻠْﻴَﻜُﻦْ ﺑِﻤَﺎ ﻓِﻲ ﻳَﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻭْﺛَﻖَ ﻣِﻨْﻪُ ﺑِﻤَﺎ ﻓِﻲ ﻳَﺪِﻩِ

“Barangsiapa yang suka menjadi orang terkaya, maka hendaklah dia lebih yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangannya.” [Hilyatul Auliya', 3/218-219 dan Musnad Asy-Syihab, 367 & 368]

Imam Ahmad mengatakan,

ﺃَﺳَﺮُّ ﺃَﻳَّﺎﻣِﻲ ﺇِﻟَﻲَّ ﻳَﻮْﻡٌ ﺃُﺻْﺒِﺢُ ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻋِﻨْﺪِﻱ ﺷَﻲْﺀٌ

“Hari yang paling bahagia menurutku adalah ketika saya memasuki waktu Subuh dan saya tidak memiliki apapun.” [Shifatush Shafwah, 3/345]

Mengapa bisa Imam Ahmad rahimahullah justru berbahagia ketika tidak punya makanan..? Karena saat itulah kesempatan beliau untuk bersikap zuhud. Hal tersebut karena sifat qana'ah (merasa puas dengan ketentuan Allah) adalah zuhud dan kekayaan yang sebenarnya. Orang-orang yang zuhud tidak mempermasalahkan terbuat dari apa sangkarnya, terbuat dari emas kah atau terbuat dari tanah sekali pun, yang mereka pahami adalah bahwa tugas mereka di dalam sangkar itu adalah untuk beribadah kepada Allah..

'Ammar bin Yasar berkata,

ﻛَﻔَﻰ ﺑِﺎﻟْﻤَﻮْﺕِ ﻭَﺍﻋِﻈًﺎ ، ﻭَﻛَﻔَﻰ ﺑِﺎﻟْﻴَﻘِﻴﻦِ ﻏِﻨًﻰ، ﻭَﻛَﻔَﻰ ﺑِﺎﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺓِ ﺷُﻐُﻠًﺎ

“Cukuplah kematian sebagai nasehat, yakin kepada Allah sebagai kekayaan, dan ibadah sebagai kesibukan.” [Syu’abul Iman, 10556]

MAKNA KEDUA

Makna yang kedua bahwa zuhud adalah apabila hamba tertimpa musibah dalam kehidupan dunia seperti hilangnya harta, anak, atau selainnya, maka dia lebih senang memperoleh pahala atas hilangnya hal tersebut daripada hal itu tetap berada di sampingnya..

Abu Dzar mengatakan,

ﺍﻟﺰَّﻫَﺎﺩَﺓُ ﻓِﻰ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻴْﺴَﺖْ ﺑِﺘَﺤْﺮِﻳﻢِ ﺍﻟْﺤَﻼَﻝِ ﻭَﻻَ ﺇِﺿَﺎﻋَﺔِ ﺍﻟْﻤَﺎﻝِ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟﺰَّﻫَﺎﺩَﺓَ ﻓِﻰ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺑِﻤَﺎ ﻓِﻰ ﻳَﺪَﻳْﻚَ ﺃَﻭْﺛَﻖَ ﻣِﻤَّﺎ ﻓِﻰ ﻳَﺪَﻯِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﻓِﻰ ﺛَﻮَﺍﺏِ ﺍﻟْﻤُﺼِﻴﺒَﺔِ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻧْﺖَ ﺃُﺻِﺒْﺖَ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﺭْﻏَﺐَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻟَﻮْ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺃُﺑْﻘِﻴَﺖْ ﻟَﻚَ

“Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan bukan juga menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah engkau begitu yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Zuhud juga berarti ketika engkau tertimpa musibah, engkau lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada kembalinya dunia itu lagi padamu.” [HR. Tirmidzi no. 2340 dan Ibnu Majah no. 4100]

Orang biasa ketika kehilangan harta misalnya, maka sudah tentu ia menginginkan hartanya agar kembali lagi kepadanya. Tetapi bagi orang-orang yang zuhud, sangkar emas mereka yang berubah menjadi sangkar perak, maka mereka lebih menginginkan pahala dari Allah atas musibah yang mereka alami daripada keinginan mereka agar sangkarnya kembali menjadi emas. Dan inilah hasil dari keimanan yang mantap dan kokoh..

Allah ta’ala berfirman,

ﻣَﺎ ﺃَﺻَﺎﺏَ ﻣِﻦْ ﻣُﺼِﻴﺒَﺔٍ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﺆْﻣِﻦْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻳَﻬْﺪِ ﻗَﻠْﺒَﻪُ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻜُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻋَﻠِﻴﻢٌ

“Tidaklah menimpa suatu musibah kecuali dengan izin Allah. Barangsiapa yang beriman kepada Allah, maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” [QS. At-Taghabun: 11]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻌَﺒْﺪِﻩِ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَ ﻋَﺠَّﻞَ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻌُﻘُﻮﺑَﺔَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺑِﻌَﺒْﺪِﻩِ ﺍﻟﺸَّﺮَّ ﺃَﻣْﺴَﻚَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺑِﺬَﻧْﺒِﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻮَﺍﻓِﻴَﻪُ ﺑِﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ

“Apabila Allah menghendaki hamba-Nya mendapatkan kebaikan maka Allah segerakan baginya hukuman di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan untuknya maka Allah akan menahan hukumannya sampai akan disempurnakan balasannya kelak di hari kiamat.” [HR. Muslim]

MAKNA KETIGA


Makna yang ketiga bahwa zuhud adalah hamba memandang sama antara orang yang memuji dan mencelanya ketika dirinya berada di atas kebenaran..

Orang yang zuhud, tak peduli seperti apa sangkarnya, ia tetap berkicau mengatakan kebenaran. Mengatakan yang haq itu haq dan yang bathil adalah bathil, dan itu ia lakukan bukan karena mengharapkan pujian dan bukan pula menghindari celaan, karena bukan keridhaan manusia yang menjadi tujuannya. Hal ini merupakan tanda bahwa dirinya zuhud terhadap dunia, menganggap dunia sebagai sesuatu yang remeh, dan minimnya kecintaan dirinya kepada dunia.

Ibnu Mas’ud berkata:

"Yakin itu adalah engkau tidak mencari ridha manusia dengan cara menimbulkan kemurkaan Allah. Dan sungguh Allah telah memuji mereka yang berjuang di jalan-Nya dan tidak takut akan celaan.”

Dan sudah tentu bahwa orang yang zuhud tidak menganggap sangkarnya yang paling indah, tak menilai kedudukannya yang paling tinggi, dan tak menganggap kicauanya adalah yang paling merdu. Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Orang yang zuhud adalah yang melihat orang lain lantas ia katakan, 'Orang tersebut lebih baik dariku'."

ZUHUD BUKAN BERARTI HIDUP TANPA HARTA


Orang zuhud bukan berarti hidup tanpa sangkar. Karena orang yang hidup di dunia pasti terikat oleh dunia. Yang membedakannya adalah seberapa kuat ikatan yang menjerat hati dan jiwanya. Orang yang zuhud meletakkan harta dan dunia pada tangannya, bukan pada hatinya..

Abul ‘Abbas As-Siraj, ia berkata bahwa ia mendengar Ibrahim bin Basyar, ia berkata bahwa ‘Ali bin Fudhail berkata, ia berkata bahwa ayahnya (Fudhail bin ‘Iyadh) berkata pada Ibnul Mubarak,

ﺃﻧﺖ ﺗﺄﻣﺮﻧﺎ ﺑﺎﻟﺰﻫﺪ ﻭﺍﻟﺘﻘﻠﻞ، ﻭﺍﻟﺒﻠﻐﺔ ، ﻭﻧﺮﺍﻙ ﺗﺄﺗﻲ ﺑﺎﻟﺒﻀﺎﺋﻊ ، ﻛﻴﻒ ﺫﺍ؟

“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”

Ibnul Mubarak mengatakan,

ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﻋﻠﻲ ، ﺇﻧﻤﺎ ﺃﻓﻌﻞ ﺫﺍ ﻻﺻﻮﻥ ﻭﺟﻬﻲ، ﻭﺃﻛﺮﻡ ﻋﺮﺿﻲ، ﻭﺃﺳﺘﻌﻴﻦ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﻃﺎﻋﺔ ﺭﺑﻲ .

“Wahai Abu ‘Ali (yaitu Fudhail bin ‘Iyadh). Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Juga aku bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku.” [Siyar A’lam An-Nubala, 8/387]

Abu Sulaiman Ad-Darani menyimpulkan dengan definisi yang menyeluruh. Beliau berkata,

ﺃَﻥَّ ﺍﻟﺰُﻫْﺪَ ﻓِﻲ ﺗَﺮْﻙِ ﻣَﺎ ﻳُﺸْﻐِﻠُﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻠﻪِ

“Zuhud adalah meninggalkan berbagai hal yang dapat melalaikan dari mengingat Allah.” [Hilyatul Auliya’, 9/258]

Meskipun terbuat dari emas, sangkar tetaplah sangkar. Betapa pun indah dan megahnya, dunia tetaplah dunia, yang tak lebih dari sayap seekor nyamuk..

Allahu a'lam,
20 Syawal 1436 H
Esha Ardhie


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." [HR. Muslim no. 1893]


Blognya Esha Ardhie Updated at: 19.23.00
Please Feel Free to Share