Dukun Palsu dan Dukun Asli - Membongkar Trik Ghaib Dukun

Dukun Palsu dan Dukun Asli - Membongkar Trik Ghaib Dukun

MUQADDIMAH

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang menguasai dan mengatur alam semesta. Hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dan memohon ampunan. Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi dengan benar selain Allah Subhanahu wata’ala semata. Saya bersaksi pula bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan-Nya, yang tidak ada nabi setelahnya. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah Subhanahu wata’ala curahkan kepada nabi kita Muhammad dan keluarganya, serta para sahabat dan kaum muslimin yang mengikuti petunjuknya.

Sesungguhnya Allah berfirman,

ﻫَﻞْ ﺃُﻧَﺒِّﺌُﻜُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺗَﻨﺰﻝُ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ ، ﺗَﻨﺰﻝُ ﻋَﻠَﻰﻛُﻞِّ ﺃَﻓَّﺎﻙٍ ﺃَﺛِﻴﻢ

“Apakah akan Aku beritakan kepada kalian, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak berbuat jahat/buruk (affaakin atsiim)." [QS. Asy-Syu’araa’: 221-222]

Imam Qatadah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “para pendusta lagi banyak berbuat jahat/buruk” adalah para dukun dan tukang sihir. [Dinukil oleh imam al-Baghawi dalam Ma’aalimut tanziil, 6/135 dan Ibnul Jauzi dalam Zaadul masiir, 6/149]

Ibnu Katsir mengatakan, "Yang dimaksud dengan al-affaak adalah al-kadzuub (pendusta) pada ucapannya dan yang dimaksud dengan al-atsiim adalah al-faajir (penjahat) pada perbuatannya. Kepada mereka inilah setan turun. Mereka itu adalah para dukun dan pendusta serta orang-orang fasik yang sejalan dengan para setan itu.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3/469-470]

Tidak dipungkiri lagi bahwa praktek perdukunan masih marak di masyarakat kita, hanya saja banyak dari mereka yang berganti nama dalam bentuk yang lain untuk mengelabui masyarakat. Dimulai dengan mengganti nama prakteknya dengan embel-embel pengobatan alternatif, pesulap, hipnotis, tenaga dalam, ramalan bintang, dll sampai pakaian dukunnya pun yang menyerupai seorang ustadz atau kiyai. Namun hakikatnya tetap saja yang dilakukannya adalah ritual perdukunan. Bahkan banyak juga yang terang-terangan mengiklankan dirinya sebagai dukun pada media cetak seperti di koran-koran ataupun pada media elektronik seperti televisi.

Maka sudah seharusnya kita membentengi diri dan juga menjaga anak-anak kita dari segala perbuatan yang mengandung kesyirikan, sebagaimana Luqman memberikan wasiat kepada anaknya. Allah berfirman,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: 'Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar'." [QS. Luqman: 13]

Ibnul Qayyim berkata, "Kesyirikan adalah kedzaliman terbesar dan tauhid adalah keadilan yang paling besar. Maka segala hal yang akan menafikan maksud ini yaitu tauhid, maka perkara itu merupakan dosa yang paling besar." [Al-Jawabul Kafi, hal. 109]

BAHAYA PERDUKUNAN

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy rahimahullahu ta’ala menjelaskan,

“Sesungguhnya hanya Allah Ta’ala saja yang mengetahui perkara ghaib, maka barangsiapa yang mengaku mengetahui perkara ghaib maka ia telah menjadi sekutu bagi Allah, baik berupa perdukunan, ramalan, dan sejenisnya. Atau barangsiapa yang membenarkan perkataan tersebut maka ia telah menjadikan sekutu bagi Allah dalam kekhususan-Nya, dan ia telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya. [Al Qoulus Sadiid fi Maqashid At Tauhid, hal. 80]

Ancaman jika mendatangi dukun sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda,

ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﻋَﺮَّﺍﻓًﺎ ﻓَﺴَﺄَﻟَﻪُ ﻋَﻦْ ﺷَﻲْﺀٍ ﻟَﻢْ ﺗُﻘْﺒَﻞْ ﻟَﻪُ ﺹَ ﺓَﺍﻝٌ ﺃَﺭْﺑَﻌِﻴﻦَ ﻟَﻴْﻠَﺔ

"Barangsiapa mendatangi al-'arraf (dukun/peramal) lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari." [HR. Muslim no. 2230, kitab As-Salam dan Ahmad no. 22711]

Maksud tidak diterima shalatnya selama 40 hari dijelaskan oleh Imam An-Nawawi,

“Adapun maksud tidak diterima shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk mengulangi shalatnya.” [Syarh Muslim, An Nawawi, 14/227]

Jika sampai membenarkan atau mempercayai ucapan dukun maka ancamannya lebih berat lagi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﻋَﺮَّﺍﻓًﺎ ﺃَﻭْ ﻛَﺎﻫِﻨًﺎ ﻓَﺼَﺪَّﻗَﻪُ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﻔَﺮَ ﺑِﻤَﺎ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺤَﻤَّﺪ

"Barangsiapa mendatangi al-'arraf (dukun/peramal) lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad." [HR. At-Tirmidzi no. 135, kitab Ath-Thaharah, Ibnu Majah no. 639, kitab Ath-Thaharah, dan Ahmad dalam Al-Musnad no. 9252]

Apa yang dimaksud dengan al-'arraf..?? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

ﺇﻥ ﺍﻟﻌﺮﺍﻑ ﺍﺳﻢ ﻟﻠﻜﺎﻫﻦ ﻭﺍﻟﻤﻨﺠﻢ ﻭﺍﻟﺮﻣﺎﻝ ﻭﻧﺤﻮﻫﻢ، ﻛﺎﻟﺤﺎﺯﺭ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺪﻋﻲ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻐﻴﺐ ﺃﻭ ﻳﺪﻋﻲ ﺍﻟﻜﺸﻒ

“Al-‘arraf adalah istilah untuk dukun dan ahli nujum dan ar-rammal (tukang ramal dari lemparan batu) dan semisalnya, yang mengaku mengetahui ilmu ghaib atau mengklaim punya ilmu kasyaf (menguak hakikat yang tersembunyi).” [Fathul Majid Syarah Kitab At Tauhid, 298]

Al Baghawi mengatakan,

ﺍﻟﻌﺮﺍﻑ: ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺪﻋﻲ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺑﻤﻘﺪﻣﺎﺕ ﻳﺴﺘﺪﻝ ﺑﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﺮﻭﻕ ﻭﻣﻜﺎﻥ ﺍﻟﻀﺎﻟﺔ

“Al-‘arraf adalah orang yang mengklaim mengetahui perkara-perkara, dengan pertanda-pertanda yang ia jadikan dalil (alasan) bahwa ia tahu perkara tersebut, semisal mengetahui barang yang dicuri atau mengetahui letak barang yang hilang.” [Dinukil dari Kitab At Tauhid Ibnu Abdil Wahhab, 77]

Syaikh Abdul Aziz bin Baz mendefinisikan:

ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺪﻋﻲ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻐﻴﺐ ﺑﻮﺍﺳﻄﺔ ﺍﻟﺠﻦ، ﻫﺬﺍ ﻳﻘﺎﻝﻟﻪ: ﻋﺮﺍﻑ، ﻭﻳﻘﺎﻝ ﻟﻪ: ﻛﺎﻫﻦ

Orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib lewat perantara jin, ini disebut ‘arraf dan disebut juga kahin.” [Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 3/341]

Maka berhati-hatilah terhadap dukun dan tukang-tukang ramal yang kini banyak dibalut dengan nama-nama modern, karena apa yang mereka lakukan sangat kental dengan kesyirikan dan sihir yang merupakan dosa-dosa besar yang membinasakan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﺍﻟﺴَّﺒْﻊَ ﺍﻟْﻤُﻮﺑِﻘَﺎﺕِ ﻗِﻴﻞَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﻫُﻦَّ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙُ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟﺴِّﺤْﺮُ ﻭَﻗَﺘْﻞُ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ ﻭَﺃَﻛْﻞُ ﻣَﺎﻝِ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴﻢِ ﻭَﺃَﻛْﻞُ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻭَﺍﻟﺘَّﻮَﻟِّﻲ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﺰَّﺣْﻒِ ﻭَﻗَﺬْﻑُ ﺍﻟْﻤُﺤْﺼِﻨَﺎﺕِ ﺍﻟْﻐَﺎﻓِﻠَﺎﺕِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ

“Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang dapat menyebabkan kebinasaan.” Dikatakan kepada beliau, “Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dosa menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina.” [HR. Al-Bukhari no. 2560 dan Muslim no. 129]

PERKARA INDERAWI DAN YANG BISA DIHITUNG BUKANLAH RAMALAN DAN PERDUKUNAN

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:

“Bukan merupakan dukun sama sekali, orang yang mengabarkan sesuatu yang bisa diketahui dengan perhitungan. Karena perkara-perkara yang bisa diketahui dengan perhitungan bukanlah perdukunan sama sekali.

Sebagaimana jika ada yang mengabarkan akan terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, ini bukan perdukunan, karena ini diketahui dengan perhitungan. Sebagaimana juga jika ada yang mengabarkan bahwa matahari akan tenggelam 20 derajat dari garis lintang misalnya pada jam sekian dan sekian. Ini bukan ilmu ghaib. Atau misalnya mereka mengatakan bahwa di awal tahun nanti akan muncul komet Halley, yaitu benda langit yang memiliki ekor panjang. Ini sama sekali bukan perdukunan. Karena ini merupakan perkara-perkara yang bisa diketahui dengan perhitungan. Semua kabar yang diketahui dengan perhitungan, walaupun terjadi di masa depan, tidak dianggap sebagai ilmu ghaib dan bukan perdukunan.

Lalu apakah kabar tentang kondisi cuaca 4 sampai 20 jam ke depan atau semisal itu merupakan perdukunan? Jawabnya, bukan perdukunan. Karena hal ini juga bersandarkan pada hal-hal yang hissiyah (inderawi), yaitu kesesuaian cuaca. Karena cuaca itu menyesuaikan diri dengan sifat-sifat tertentu, bisa diketahui dengan parameter-parameter tertentu oleh para ahli cuaca. Dengan hal itu bisa diketahui apakah akan hujan atau tidak hujan. Dan ini bisa dilihat dengan sains praktis, jika kita melihat awan-awan mendung berkumpul, lalu ada petir, kilat dan awan menjadi pekat, kita katakan sepertinya hujan akan turun.

Intinya, perkara yang bersandarkan pada hal-hal yang hissiyah (inderawi), maka ini bukan ilmu ghaib. Walaupun orang-orang awam mengira ini adalah perkara ghaib, dan mengklaim bahwa membenarkan hal seperti ini sebagaimana membenarkan dukun. Mengingkari perkara yang diketahui secara inderawi adalah perbuatan yang buruk, sebagaimana dikatakan oleh As Safarini,

فكل معلوم بحس أو حجا ** فنكره جهل قبيح بالهجا

“Setiap perkara yang diketahui secara inderawi atau secara akal, mengingkarinya adalah sebuah kejahilan yang buruk terhadap bahasa.”

Maka hal-hal yang diketahui secara secara inderawi tidak mungkin mengingkarinya. Walau seseorang mengingkarinya dengan alasan syar’iat, maka justru itu merupakan perendahan terhadap syari’at." [Al Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid, 1/531-532]

DUKUN PALSU DAN DUKUN ASLI

Dukun palsu maupun dukun asli tentu keduanya sama-sama bertujuan untuk menyesatkan manusia, merusak aqidah seorang muslim.

1. Jika ada dukun yang mengklaim dapat menggandakan uang, maka ini adalah dukun palsu. Lah, wong dukunnya aja miskin ko.

2. Jika ada dukun yang mengaku dapat mencarikan anda jodoh yang rupawan, maka ini adalah dukun palsu. Lah, wong istri dukunnya aja jelek ko, apa jangan-jangan dukunnya masih jomblo..?

3. Jika ada ustadz atau kiyai yang mengetahui perkara ghaib, maka inilah sejatinya yang disebut dukun. Inilah dukun asli. Karena yang dapat mengetahui sebagian perkara ghaib (masa depan) hanyalah dua orang.

Pertama, seorang nabi/rasul (yang diberitahu oleh Allah melalui wahyu yang turun kepadanya).

Allah berfirman,

ﻗُﻞْ ﻻ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷﺭْﺽِ ﺍﻟْﻐَﻴْﺐَ ﺇِﻻ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺸْﻌُﺮُﻭﻥَ ﺃَﻳَّﺎﻥَ ﻳُﺒْﻌَﺜُﻮﻥَ

Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. [QS. An-Naml: 65]

ﻋَﺎﻟِﻢُ ﺍﻟْﻐَﻴْﺐِ ﻓَﻼ ﻳُﻈْﻬِﺮُ ﻋَﻠَﻰ ﻏَﻴْﺒِﻪِ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﺇِﻻ ﻣَﻦِ ﺍﺭْﺗَﻀَﻰ ﻣِﻦْ ﺭَﺳُﻮﻝٍ

"(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya." [QS. Al-Jin: 26-27]

ﻭَﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟِﻴُﻄْﻠِﻌَﻜُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻐَﻴْﺐِ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﺘَﺒِﻲ ﻣِﻦْ ﺭُﺳُﻠِﻪِ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ

"Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya." [QS. Ali 'Imron: 179]

Al-Hafiz ibnu Katsiir berkata,

ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻳَﻌُﻢُّ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟْﻤَﻠَﻜِﻲ ﻭَﺍﻟْﺒَﺸَﺮِﻱ

"Rasul (yang dikecualikan untuk mengetauhi ilmu ghaib -pen) mencakup rasul dari malaikat dan rasul dari manusia." [Tafsiir Al-Qur'an al-'Adziim, 8/247]

Kedua, seorang dukun (yang diberitahu oleh jin/setan yang mencuri berita dari langit).

Ketika Allah mengabarkan tentang sebagian ilmu ghaib kepada para rasulnya dari kalangan para malaikat, lalu para malaikat membicarakan tentang ilmu ghaib tersebut, ternyata ada setan yang ikut mendengarkan (mencuri) berita tersebut lalu menyampaikannya kepada para dukun.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَضَى اللَّهُ الأَمْرَ فِى السَّمَاءِ ضَرَبَتِ الْمَلاَئِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ ، قَالُوا لِلَّذِى قَالَ الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ ، وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ – وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ – فَيَسْمَعُ الْكَلِمَةَ ، فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ ثُمَّ يُلْقِيهَا الآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ ، حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوِ الْكَاهِنِ ، فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا ، وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ ، فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ ، فَيُقَالُ أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا كَذَا وَكَذَا فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الْكَلِمَةِ الَّتِى سَمِعَ مِنَ السَّمَاءِ

“Ketika Allah menetapkan suatu urusan di langit, malaikat lantas meletakkan sayapnya dalam rangka tunduk pada perintah Allah. Firman Allah yang mereka dengarkan itu seolah-olah seperti suara gemerincing rantai di atas batu. Hal ini memekakkan mereka. Apabila rasa takut telah dihilangkan dari hati mereka, mereka mengucapkan, “Apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?” Mereka menjawab, “Perkataan yang benar. Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

“Setan-setan penyadap berita itu pun mendengarkan berita itu. Para penyadap berita itu posisinya saling bertumpuk-tumpukkan. Sufyan menggambarkannya dengan memiringkan telapak tangannya dan merenggangkan jari-jemarinya. Jika setan yang di atas mendengar berita itu, maka segera disampaikan kepada setan yang berada di bawahnya. Kemudian yang lain juga menyampaikan kepada setan yang berada di bawahnya hingga sampai kepada tukang sihir dan dukun.”

“Terkadang setan penyadap berita itu terkena api sebelum sempat menyampaikan berita itu. Terkadang pula setan itu bisa menyampaikan berita itu sebelum terkena api. Lalu dengan berita yang didengarnya itulah tukang sihir atau dukun membuat 100 kedustaan. Orang-orang yang mendatangi tukang sihir atau dukun pun mengatakan, “Bukankah pada hari ini dan itu, dia telah mengabarkan kepada kita bahwa akan terjadi demikian dan demikian?” Akibatnya, tukang sihir dan dukun itu pun dipercaya karena satu kalimat yang telah didengarnya dari langit." [HR. Bukhari no. 4800]

Ada juga cara mudah yang setan tempuh untuk mencuri berita langit sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Aisyah berikut ini,

الْمَلاَئِكَةُ تَتَحَدَّثُ فِى الْعَنَانِ – وَالْعَنَانُ الْغَمَامُ – بِالأَمْرِ يَكُونُ فِى الأَرْضِ ، فَتَسْمَعُ الشَّيَاطِينُ الْكَلِمَةَ ، فَتَقُرُّهَا فِى أُذُنِ الْكَاهِنِ ، كَمَا تُقَرُّ الْقَارُورَةُ ، فَيَزِيدُونَ مَعَهَا مِائَةَ كَذِبَةٍ

“Para malaikat saling berbicara di atas awan dan awan-awan yang gelap tentang berbagai urusan yang akan terjadi di bumi lalu didengar oleh setan-setan kemudian setan-setan itu membisikkannya pada telinga para dukun sebagaimana botol ditiup lalu setan-setan itu menambah urusan yang didengarnya itu dengan 100 kedustaan.” [HR. Bukhari no. 3288]

Maka jika ada seseorang yang mengetahui perkara ghaib (masa depan) dengan pasti, sudah tentu dia adalah seorang dukun dan tidak mungkin seorang nabi. Adapun orang shaleh atau mukmin lainnya tidaklah mengetahui secara pasti, melainkan hanya sekedar firasat melalui ilham dari Allah ataupun melalui mimpi yang benar.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ﺭُﺅْﻳَﺎ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦِ ﺟُﺰْﺀٌ ﻣِﻦْ ﺳِﺘَّﺔٍ ﻭَﺃَﺭْﺑَﻌِﻴْﻦَ ﺟُﺰْﺀًﺍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨُّﺒُﻮَّﺓِ

"Mimpi seorang mukmin satu bagian dari 46 bagian kenabian." [HR. Al-Bukhari no. 6987]

Ibnu Syuja’ Al Kirmani mengatakan,

ﻣﻦ ﺷﺨﺺ ﺑﺼﺮﻩ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﺤﺎﺭﻡ ﻭﺃﻣﺴﻚ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﻬﻮﺍﺕ ، ﻭﻋﻤﺮ ﺑﺎﻃﻨﻪ ﺑﺪﻭﺍﻡ ﺍﻟﻤﺮﺍﻗﺒﺔ ﻭﻇﺎﻫﺮﻩ ﺑﺎﺗﺒﺎﻉ ﺍﻟﺴﻨﺔ ، ﻭﻋﻮﺩ ﻧﻔﺴﻪ ﺃﻛﻞ ﺍﻟﺤﻼﻝ ، ﻟﻢ ﺗﺨﻄﺊ ﻓﺮﺍﺳﺘﻪ

“Barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari hal yang haram, dan menahan nafsunya dari syahwat, dan senantiasa menjaga hatinya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan senantiasa mengamalkan sunnah, membiasakan diri memakan yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.” [Hilyatul Auliya, 566]

MEMBONGKAR TRIK GHAIB DUKUN

Namun ada juga dukun yang mengetahui sesuatu yang sebenarnya bukan perkara ghaib yang dicuri dari langit. Mereka hanya punya trik tersendiri untuk mengetahui sesuatu. Misalnya, dukun yang sudah tau nama pasien sebelum pasien memberitahukannya, dukun tau maksud pasien padahal belum disampaikan hajatnya, dukun tau isi hati, isi dompet, tanggal lahir, mengetahui tempat barang yang hilang dan lain-lainnya. Trik ini pun bisa saja digunakan oleh pesulap, ahli hipnotis, atau yang lainnya.

Loh ko bisa sih? Bagaimana caranya? Sebelumnya kita harus ketahui dahulu bahwa setiap manusia itu memiliki setan pendamping yang disebut Jin Qorin, dialah yang selalu menyertai atau mendampingi manusia tersebut selama hidupnya (yang selalu membisikan keburukan), tak terkecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Setiap orang di antara kalian telah diutus untuknya seorang qorin (pendamping) dari golongan jin.”

Para sahabat bertanya, “Termasuk Anda, wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab,

ﻭَﺇِﻳَّﺎﻱَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪ ﺃَﻋَﺎﻧَﻨِﻲ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓَﺄَﺳْﻠَﻢَ ﻓَﻼ ﻳَﺄْﻣُﺮﻧِﻲ ﺇِﻻَّ ﺑِﺨَﻴْﺮٍ

“Termasuk saya, hanya saja Allah membantuku untuk menundukkannya, sehingga dia masuk Islam. Karena itu, dia tidak memerintahkan kepadaku kecuali yang baik.” [HR. Muslim]

Nah sekarang mari kita sama-sama bongkar trik dukun melalui kisah berikut [1]. Niscaya anda akan mengatakan "oooh begitu toh.."

Kisah Pertama

Ibnu Abu Dawud meriwayatkan dari al-Mutthalib bin Abdullah bin Hanthab bahwa Umar bin al-Khatthab membicarakan seorang wanita dalam hatinya namun tidak mengatakannya kepada siapa pun, lalu seorang laki-laki datang kepada Umar dan berkata, “Engkau membicarakan fulanah bahwa dia adalah wanita mulia lagi cantik di keluarga yang baik.” Umar bertanya, “Siapa yang menyampaikannya kepadamu?” Dia menjawab, ‘Orang-orang membicarakannya.” Umar berkata, “Demi Allah, aku tidak mengatakannya kepada siapa pun, lalu dari mana?” Dia menjawab, “Al-Khannas yang membawanya keluar.” Dan al-Khannas adalah yang yuwaswisu fi shudurin nas (membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia).

Kisah Kedua

Abu al-Jauza` berkata, “Aku mentalak istriku hari Jum’at dan dalam hatiku ingin merujuknya di hari Jum’at berikutnya, aku belum mengatakannya kepada siapa pun. Namun istriku berkata, “Kamu ingin merujukku di hari Jum’at?” Aku bertanya, “Aku belum mengatakannya kepada siapa pun.” Abu al-Jauza` berkata, “Namun aku teringat kata-kata Ibnu Abbas bahwa setan seseorang mengabarkan kepada setan orang lain, dari sanalah pembicaraan menyebar.”

Kisah Ketiga

Seorang laki-laki dihadapkan kepada al-Hajjaj bin Yusuf dengan tuduhan sebagai tukang sihir. Al-Hajjaj bertanya, “Kamu tukang sihir?” Dia menjawab, ‘Tidak.” Lalu al-Hajjaj mengambil kerikil dengan telapak tangannya dan dia menghitungnya, lalu dia bertanya kepada laki-laki itu, “Berapa kerikil di tanganku?” Laki-laki itu menjawab, “Sekian.” Lalu al-Hajjaj membuang kerikil dan mengambil kerikil baru namun kali ini dia tidak menghitungnya, dia bertanya, “Berapa kerikil di tanganku?” Dia menjawab, ‘Tidak tahu.” Al-Hajjaj berkata, “Untuk yang pertama kamu tahu, mengapa yang kedua tidak?” Dia menjawab, “Yang pertama karena kamu menghitungnya maka kamu mengetahuinya, maka setanmu juga mengetahui dan dia mengabarkan kepada setanku. Untuk yang kedua engkau tidak mengetahuinya maka setanmu juga tidak mengetahuinya sehingga dia tidak mengabarkan kepada setanku, maka aku tidak tahu.”

Kisah Keempat

Mu'awiyah bin Abu Sufyan bahwa dia memerintahkan katibnya agar menulis kitab tentang rahasia, saat katibnya menulis, tiba-tiba seekor lalat hinggap di sebuah huruf dari apa yang ditulis, maka katib itu memukulnya dengan pena, maka sebagian kaki lalat itu terputus. Selanjutnya katib itu keluar dan orang-orang menyambutnya di pintu istana, mereka berkata, “Amirul Mukminin menulis begini dan begini.” Dia bertanya, “Dari mana kalian tahu?” Mereka berkata, “Seorang laki-laki Habasyah kakinya terputus, dia datang kepada kami dan mengatakannya kepada kami.” Lalu katib tersebut kembali kepada Mu'awiyah dan berkata, “Amirul Mukminin, rahasia yang engkau perintahkan kepadaku agar aku menulisnya sudah diketahui oleh orang-orang.” Mu'awiyah bertanya, “Bagaimana bisa demikian?” Dia menjawab, “Kata mereka seorang laki-laki Habasyah kakinya terputus datang kepada mereka dan memberitahu mereka.” Mu'awiyah berkata, “Dia demi Allah yang jiwaku ada di tangannya adalah setan, ia adalah lalat yang kamu pukul dengan pena.”

***

Catatan :

[1] Dari Akamul Marjan fi Ahkamil Jan, Badruddin Abdullah asy-Syibli. Disadur dari web Alsofwah.or.id

——○●※●○——

Allahu a'lam..

Esha Ardhie
Rabu, 11 Februari 2015


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." [HR. Muslim no. 1893]


Blognya Esha Ardhie Updated at: 13.09.00
Please Feel Free to Share